Mengenal Fikom Jurnalistik

Lalu apa itu Jurnalistik? Pengertian Jurnalistik atau Jurnalisme adalah suatu bidang kajian dari ilmu komunikasi itu sendiri, jurnalistik berasal dari kata journal, artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti surat kabar.

Sarjana Muda Mati Gaya?

Hal apa yang membuat banyak sarjana muda mati gaya? Mungkin perencanaan yang kurang matang membuat mereka kurang sadar dengan gelar kesarjanaannya.

Bagaimana Kata-Kata Merubah Dunia?

Banyak hal yang bisa dilakukan dengan merangkai kata menjadi kalimat dan mencoba sesuatu yang dapat merubah dunia, buta huruf adalah salah satu contoh nyata.

Revolutions Design Indonesia

RDSGN (di baca R Design) adalah sebuah tim untuk pembuatan desain grafis di Bandung. Setelah masing-masing dari kami mencari pengalaman dengan beberapa perusahaan dan kesempatan bertemu dengan banyak kategori client membuat kami sadar akan sebuah perbedaan selera yang tidak bisa dirubah.

RDSGN | REVOLUTIONS DESIGN

R Design adalah singkatan dari Revolution Design (revolusi desain), karena banyaknya nama R Design dengan latar belakang yang berbeda antara yang satu dan yang lain membuat kami memberikan sedikit perbedaan dalam segi penulisan (RDSGN) yang berfungsi sebagai pengingat nantinya.

Senin, 25 April 2011

Fikom Jurnalistik

Apa itu Fikom? Apa itu Jurnalistik? Lalu apa itu Fikom Jurnalistik?


Sebagai mahasiswa komunikasi di salah satu kampus ternama di Bandung, saya ingin coba memberikan beberapa pengertian tentang fikom jurnalistik dan hal apa saja yang terkait didalamnya. Hal pertama yang akan saya jelaskan adalah sebuah pengertian sederhana dari ilmu komunikasi. Sebagai makhluk sosial kita sebagai manusia tidak akan pernah bisa hidup sendiri, kita pastinya akan dituntu untuk saling berbagi sesama makhluk hidup. Bagaimana cara kita berbagi? 

Rabu, 13 April 2011

Rosihan Anwar Meninggal Dunia

INILAH.COM, Jakarta - Wartawan senior Rosihan Anwar, 89 tahun, meninggal dunia, Kamis (14/3/2011) pukul 08.15 WIB.


Rosihan meninggal di rumah sakit MMC, Kuningan, Jakarta, akibat penyakit jantung yang dideritanya. Saat ini jenazahnya masih berada di RS MNC dan akan dibawa ke rumah duka, di Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat.

Awal Maret, Rosihan sempat masuk RS MMC karena dadanya sakit. Kamis (24/3/2011) Rosihan menjalani operasi jantung dengan metode by pass di RS Harapan Kita. [mah]

Selamat tinggal maestro, jasa dan perjuanganmu akan selalu kami kenang sebagai jurnalis. Semoga kami bisa meneruskan apa yang anda perjuangkan, semoga tenang di alam sana..

Sang Jurnalis Multi Zaman


Rosihan lahir di Kubang Nan Dua, Solok, Sumatera Barat, 10 Mei 1922. Rosihan yang memulai karier jurnalistiknya sejak berumur 20-an, tercatat telah menulis 21 judul buku dan mungkin ratusan artikel di hampir semua koran dan majalah utama di Indonesia dan di beberapa penerbitan asing.

Rosihan memulai karier jurnalistiknya sebagai reporter Asia Raya di masa pendudukan Jepang tahun 1943 hingga menjadi pemimpin redaksi Siasat (1947-1957) dan Pedoman (1948-1961). Selama enam tahun, sejak 1968, ia menjabat Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Rabu, 06 April 2011

Peran Jurnalistik

Ketika zaman sudah berubah, kepemimpinan telah di rubah, banyak yang menuding bahwa ilmu jurnalistik adalah sesuatu yang mudah. Banyak orang diluar sana mengira bahwa jurnalistik adalah suatu cabang ilmu terapan, hanya sebuah implementasi dari ilmu komunikasi atau yang dulu lebih dikenal dengan fisip. Namun kini telah berubah, banyak orang mencari tahu tentang ilmu ini, sebuah terapan dari linguistic dan sistemyc.

Kini jurnalistik bukan hanya sebuah implementasi kata belaka, kini jurnalistik telah berubah menjadi sebuah ilmu yang berkembang pesat dan maju. Perannya telah mulai terasa dalam kehidupan manusia banyak, yang sebagian besar adalah mereka-mereka yang membutuhkan informasi. Bagaimana hal ini dapat dipisahkan, antara informasi, media, pers dan jurnalstik yang terorganisir dalam suatu sistem ilmu komunikasi.

Baca Artikel Terkait: 
- Belajar Jurnalistik
- Pengertian Jurnalistik

Indepth News

Cerita Untuk Andriani S. Kusni & Anak-Anakku 

Atal S. Depari, pemimpin redaksi (pemred) Harian Umum Tabengan, Palangka Raya, suatu hari memeriksa sebuah tulisan wartawannya. Di tulisan tersebut sang wartawan menulis tentang seorang cantik. Lalu pemred bertanya kepada sang wartawan: “Bagaimana dan mengapa kau bisa mengatakan bahwa perempuan itu cantik. Seperti apa cantiknya perempuan yang kau angkat itu?”. Nah, uraian rinci tentang kecantikan si perempuan itulah yang disebut dengan in depth news(kedalaman berita). Cantik adalah suatu predikat dan kata sifat umum yang boleh dikatakan tidak melukiskan apa-apa. Dengan menyentuh soal in depth newsartinya sebuah berita tidak cukup hanya sebatas memenuhi patokan klasik 5W (what, where, when, who, why) dan 1 H (how).

Untuk dapat menuliskan sesuatu in depth, termasuk berita, tentu saja si penulis memerlukan data yang relatif lengkap dan acuan-acuan dari berbagai sumber. Data-data itu diperiksa kembali dan diperiksa silang menggunakan berbagai sumber, selain menggunakan berbagai nara sumber, juga memanfaatkan berbagai sumber perpustakaan tentang subyek yang sama. Di sini, lalu muncullah peran penting hasil-hasil penelitian, dan tersedianya perpustakaan yang padan sehingga memungkinkan penulis memperoleh tulisan in depth. Hasil-hasil penelitian dan acuan perpustakaan selain membantu guna memperoleh data-data yang relatif akurat, juga berfungsi sebagai bahan pembanding. Penggunaan metoda perbandingan kiranya memang membantu dalam melihat hal-ikhwal seadanya hal-ikhwal itu, tingkat perkembangan serta capaiannya. Membantu penulis untuk seminim mungkin luput dari evaluasi subyektif. Kalau pandangan demikian benar, maka tulisan in depth tidak bertentangan dengan tuntutan obyektivitas berita (news) atau tulisan non fiksi (non fiction writing).

Dalam tulisannya berjudul «Agustin Teras Narang : Usia Gubernur Bertmbah, Provinsi Kalteng Makin Gagah», Haris Lesmana, salah seorang redaktur Harian Umum Tabengan, Palangka Raya, antara lain menulis:

« Dalam perjalanan empat tahun memimpin provinsi ini, terlalu banyak kemajuan dicapai» (Tabengan, 12 Oktober 2009).

Di alinea lain, Haris Lesmana di Harian yang sama juga menulis :

Teras juga terbilang sukses memulihkan kekayaan alam Kalteng yang sudah dieksploitasi habis-habisan. Sebuah warisan buruk kebijakan masa lalu selama 60 tahun yang kurang berpihak kepada rakyat. Namun cepat dan juga pasti, suami Moenartining itu kini telah mengubah Provinsi Kalteng semakin gagah» (Tabengan, 12 Oktober 2009).

«Terlalu banyak kemajuan telah dicapai» hanya «dalam perjalanan empat tahun memimpin provinsi ini», dan «terbilang sukses memulihkan kekayaan alam Kalteng yang sudah dieksploitasi habis-habisan» nampaknya berbeda dengan penilaian Tim Evaluasi 14 Orang dari Universitas Gadjah Mada yang diundang oleh Agustin Teras Narang dan Ir. H. Achmad Diran selama 4 tahun. Evaluasi Tim sudah diterbitkan sebagai buku berjudul «Kalimantan Tengah Membangun Dari Pedalaman & Membangun Dengan Komitmen» (diterbitkan oleh Pemenritah Provinsi Kalimantan Tengah, Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol, Gadjah Lada dan The ATN Center, Yogyakarta, Agustus 2009, i-xvi + 243 hlm).

Kalau bacaan saya benar, buku tulisan Tim Evaluasi ini mengesankan penilaian yang sebaliknya dari yang dilukiskan oleh Hari Lesmana tentang pekerjaan Teras-Diran selama 4 tahun. Buku tersebut melukiskan justru di bawah pemerintahan Teras-Diran bukan pulihnya kekayaan alam Kalteng, tapi yang terjadi tetap pengurasan yang terus berlanjut. Bukannya « telah mengubah Provinsi Kalteng semakin gagah » tetapi justru membuat Kalimantan Tengah menjadi provinsi yang tingkat kerawanannya atau bahaya konfliknya kian meningkat atau meninggi. Saya tidak tahu, apakah saya yang salah membaca ataukah Haris Lesmana yang belum membaca laporan riset dan peringatan dari Tim Riset dari Universitas Gadjah Mada ini. Jika bacaan saya benar, maka perbedaan penilaian antara Tim Riset dari Gadjah Mada dan Haris Lesmana hanya menunjukkan terjeratnya Haris oleh subyektivisme. Dilihat dari ukuran tulisan in depth, maka tulisan Haris bukan hanya tidak in depth tapi juga tidak obyektif. Tulisan dan berita yang subyektif, padahal bukan fiksi, jika disiarkan akan mengelabui pembaca dengan citra-citra semu.

Kalau Haris Lesmana menulis: 

“Teras juga terbilang sukses memulihkan kekayaan alam Kalteng yang sudah dieksploitasi habis-habisan. Sebuah warisan buruk kebijakan masa lalu selama 60 tahun yang kurang berpihak kepada rakyat”.

Enam puluh tahun ke belakang dari sekarang berarti 2005-60 = 45 tahun. Kalau dihitung sejak berdirinya di tahun 1957 maka provinsi Kalteng sekarang berusia 52 tahun. Artinya sejak tahun 1945 (kemerdekaan Republik Indonesia), “kekayaan alam Kalteng…. sudah dieksploitasi habis-habisan”. Sejak tahun 1945 itu pula “kebijakan” gubernur Kalteng “buruk” dan “kurang berpihak kepada rakyat”.(Sementara Kalteng berdiri sebagai provinsi pada 1952. Tjilik Riwut dan angkatannya masih bertempur melawan Belanda. Agaknya Haris Lesmana terlalu bersemangat memuji Teras hingga gagap berhitung, apalagi Harian Tabengan memang dimodali oleh keluarga Narang. Tidak salah memuji, tapi alangkah baiknya pujian dilakukan tanpa mengabaikan nalar dan data yang akurat).

Tjilik Riwut sebagai gubernur pertama memerintah provinsi Kalteng dari 1958-1967 (lihat: Tabloid Detak, Palangka Raya, 31 Agustus-05 September 2009). Jadi menurut penilaian Haris Lesmana Tjilik Riwut termasuk gubernur yang mempunyai kebijakan buruk dan pilihan politiknya “kurang berpihak kepada rakyat”, turut menyebabkan “kekayaan alam Kalteng “sudah dieksploitasi habis-habisan” sekalipun Tjilik Riwut dan angkatannya sudah menggadaikan nyawa dan kepala, bertempur mandi darah untuk Kalteng. Bukan seperti “kehidupan Teras di Senayan (yang) sangat gemerlap »(Tabengan, 12 Oktober 2009).

Memang orang bisa berobah, tapi setahu saya, sampai hembusan nafasnya yang penghabisan, Tjilik Riwut dalam soal kecintaan dan perjuangan untuk Kalteng yang berharkat dan bermartabat tidak berubah. Hal ini bisa dicek silang pada tokoh-tokoh tua yang masih hidup sekarang seperti Sabran Achmad, T.T. Suan, Dase Durasid, Tiyel Djelau, dan tetua-tetua daerah ini yang lain. Maka sangat keterlaluan jika mengatakan bahwa Tjilik Riwut dan angkatannya selama memerintah provinsi ini mentrapkan politik yang “tidak memihak rakyat”.

Menurut logika Haris Lesmana, satu-satunya gubernur yang menjalankan pilihan politik yang “memihak rakyat” dan “baik” adalah Agustin Teras Narang. Dengan penilaian demikian, maka pengakuan dan pemberian julukan “pahlawan nasional” kepada Tjilik Riwut tidak tepat dan selayaknya dicabut. Sangatlah aib bagi Republik Indonesia memberikan “gelar pahlawan” kepada orang yang tidak memihak rakyat dan menyebabkan “kekayaan alam Kalteng dieksploitasi habis-habisan” sehingga menimbulkan kesengsaraan bagi Uluh Kalteng. Berbeda halnya dengan semua pemberian bintang dan tanda jasa kepada Agustin Teras Narang. Demikian, jika kita melanjutkan logika Haris Lesmana yang memandang hanya Agustin Teras Narang-lah satu-satunya gubernur Kalteng sampai sekarang yang “memihak rakyat”, membuat Kalteng tampil “gagah”, “memulihkan kekayaan alam Kalteng” telah memberikan “terlalu banyak kemajuan” kepada Kalteng, “mengangkat harkat dan martabat Kalteng”, walaupun di bawah kekuasaan Teras-Diran pula terjadi “seorang pemuda Suyanto (23), warga Komplek Perumahan KPR-BTN Jalan Pipit 2 No. 116 Kelurahan Mentawa Baru Hilir, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Kotawaringin Timur, tewas dengan cara gantung diri, Minggu 11/10, karena stress mengganggur” (Tabengan, 12 Oktober 2009). Sedangkan menurut Teras sendiri “kemiskinan di Provinsi berpenduduk kurang dari dua juta ini bermain di angka 30 persen” (Harian Tabengan, 14 Oktober 2009). Artinya sepertiga dari seluruh penduduk.

Dalam soal mengangkat “harkat dan martabat” Kalteng, khususnya Dayak, agaknya Haris Lesmana lupa mencatat peran Sarikat Dayak yang didirikan pada 18 Juli 1919 di Kuala Kapuas, 25 tahun setelah Pertemuan Damai Tumbang Anoi 1894. Lupa mencatat akan hal ini, Haris Lesmana melimpahkan segala jasa kepada gubernur yang sekarang, mengabaikan jasa para pendahulu (Lihat: Prof. Dr. Ahim S. Rusan et. al, “Sejarah Kalimantan Tengah”, Kerjasama Lembaga Penelitian Universitas Palangka Raya dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah”, Palangka Raya, 2006, hlm. 91).

Pemberian tanda jasa, bintang jasa dan julukan atau gelar, biasanya erat berhubungan dengan masalah politik dan nilai dominan pada suatu kurun waktu. Hal ini bukan hanya terjadi di skala nasional tetapi juga berlangsung di tingkat internasional. Misalnya pemberian Nobel Sastra atau Nobel Perdamaian. Demikian juga halnya dengan pemberian gelar pahlawan di Indonesia seperti yang dianugerahkan kepada Tien Soeharto atau Soeharto sendiri sebagai “bapak pembangunan”. Atau predikat “teroris” atau “pengkhianat” kepada para pejuang kemerdekaan oleh kolonialis Belanda. Karena itu mengukur keberhasilan dengan tanda, jasa, bintang jasa, gelar ini dan itu hendaknya perlu memperhatikan konteks situasi (terutama politik) dan nilai dominan pada kurun waktu itu. Tanda jasa, bintang jasa, gelar ini dan itu sebenarnya sangat nisbi. Contoh kenisbian ini diperlihatkan juga oleh pemutarbalikkan sejarah negeri kita sehingga diserukan agar ada “pelurusan sejarah” oleh sejumlah sejarawan.

Dilihat dari segi nilai dominan dan konteks sejarah dan situasi politik, maka tulisan Haris Lesmana barangkali jauh dari kualitas in depth news atau in depth writing atau in depth reporting. Tapi lebih dekat dengan sebuah propaganda, bahkan pamflet politik.

Dengan menampilkan citra semu melalui sebuah in depth news, in depth reportingatau in depth writing semu, maka pers hanya memainkan peran penipuan sadar untuk tujuan tertentu, melupakan peran mendidik dan penyadaran. ”Jembatan informasi” yang direntangkan adalah jembatan rapuh yang jika dilalui akan mencelakakan seperti halnya truk jatuh dengan segala muatannya di jembatan ulin yang patah tiang. Dari kecelakaan truk jatuh demikian memang ada inspirasi yang bisa dipungut, yaitu bagaimana mencegah pengulangan. Kategori beginilah yang ditampilkan oleh Haris Lesmana selaku redaktur Harian Tabengan. ***

Palangka Raya, Oktober 2009

Kusni Sulang


Pengantar: 

Harian Tabengan yang dimodali oleh keluarga Narang, dimaksudkan sebagai“jembatan informasi bagi masyrakat Kalimantan Tengah. Jembatan informasi aktual, dan penting (bahkan vital) dalam menumbuhkan spirit membangun masyarakat Kalteng”, demikian Editorial Tabengan (12 Oktober 2009).

Agar para pembaca bisa menilai sendiri apa yang ditulis oleh Haris Lesmana, salah seorang redaktur Harian Tabengan, Palangka Raya, yang nomor perdananya keluar pada 12 Oktober 2009, berikut kami kutip tulisan tersebut selengkapnya. Tulisan ini terbit di bawah kolom “Inspirasi”. 

Sumber : Berita Bandung

Feature News

MENCARI ENYI DALAM TIMBUNAN LUMPUR
Kamis, 25 Februari 2010 | 03:28 WIB

Pandangan Umar (54), warga Desa Tenjolaya, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, menyapu deretan nama yang dipasang di masjid RW 18.

Ke-43 nama itu merupakan daftar nama korban longsor yang terjadi pada hari Selasa (23/2). Ia menemukan nama istrinya, Enyi (50), dalam daftar itu di urutan ke-11 dan belum dilingkari. ”Itu berarti jenazah istri saya belum ditemukan dalam timbunan longsor,” ucap Umar lirih dan parau.

Papan nama yang dipasang di masjid Kampung Cimeri, Desa Tenjolaya, menjadi rujukan warga yang mencari tahu nasib sanak saudara mereka. Di dalam masjid, jenazah yang sudah ditemukan disemayamkan sementara untuk kemudian dibawa keluar menggunakan ambulans.

Umar tampak terpukul sekali oleh musibah longsor tersebut. Ia kehilangan belahan hidupnya dalam sekejap saat retakan di bukit ambruk dan menimbun 21 rumah yang dihuni pekerja Perkebunan Teh Dewata itu. Yang membuatnya lebih tertekan, ia menyaksikan sendiri saat-saat terakhir lumpur meluluhlantakkan perumahan pekerja, salah satunya adalah yang ditinggali istrinya.

Bapak enam anak ini pun mengisahkan, ia berada 50 meter dari lokasi saat longsor terjadi pada pukul 08.00. Disertai bunyi dentuman, dia melihat lereng bukit terkupas dan merosot jatuh mendekati permukiman kebun teh. Saat itu, longsoran belum mengenai permukiman warga.

Umar dan beberapa karyawan lain yang melihat hal ini segera berteriak memperingatkan warga yang ada di permukiman untuk segera menghindar. Dari kejauhan, ia melihat istrinya sempat keluar rumah, tetapi kemudian masuk kembali. ”Belum sampai 15 menit setelah longsoran pertama, terjadi longsoran yang lebih besar yang menimbun seluruh permukiman,” ujar Umar murung.

Tidak tanggung-tanggung, lumpur dengan ketebalan lebih dari tiga meter langsung menimbun permukiman itu hingga mencapai atap. Sebanyak 21 rumah warga, lima bangunan milik kantor perkebunan, dan satu masjid hancur. Lumpur juga memutuskan jaringan listrik ke Kampung Cimeri.

Namun, setidaknya Umar masih bisa bernapas lega. Anaknya paling bungsu, Novita Sri Rahayu (8), selamat dari longsor. Novita saat itu tengah bersekolah di lokasi yang berjauhan dengan permukiman penduduk sehingga terhindar dari maut.

Sayangnya, kebahagiaan yang sama tidak bisa dirasakan Administratur Perkebunan Teh Dewata, Irvansyah. Anaknya, Alfart (3), menjadi korban karena sedang berada di rumah bersama pengasuhnya, Ida (35). Keduanya hingga kini belum ditemukan.

Kesedihan juga dirasakan Anton Sutisna (39), Ketua RT 08 RW 18, Desa Tenjolaya. Lelaki yang sudah 27 tahun bekerja di Perkebunan Teh Dewata itu kehilangan dua anggota keluarganya, yakni keponakannya, Neni (26), dan ibunya, Mak Enah (60). Ia juga menyaksikan sendiri rumah ibunya tertimbun longsor. Saat itu, Anton baru saja hendak berangkat ke lokasi perkebunan.

Sejak Selasa malam, Anton mencari keponakan dan ibunya. Baru Rabu, sekitar pukul 10.00, Neni ditemukan. Kelegaan dan kesedihan mendalam terpancar dari wajah Anton.

Setelah bapaknya meninggal, Anton adalah kepala keluarga. Rabu siang itu juga, Anton mengantarkan jenazah Neni kepada orangtuanya. ”Bapak-ibunya sudah menunggu di Ciwidey. Neni mau dibawa ke Tasikmalaya,” katanya menahan tangis.

Setelah Neni, Anton masih harus mencari keberadaan ibunya, hidup atau mati. Meskipun kesempatan hidup semakin menipis karena sudah dua malam tertimbun, Anton tidak patah arang. ”Saya harus tetap menemukan emak…,” tuturnya.

Kompas menumpang ambulans yang mengantarkan jenazah Neni (26) menuju Ciwidey. Sepanjang perjalanan, ambulans yang ditumpangi beberapa kali dihentikan warga. ”Agus… ada Agus di sini? Tanya salah seorang warga yang tampak kebingungan menghentikan ambulans. ”Agus? Teu aya kang… ieu teh Neni (enggak ada kang, ini Neni).” Mengetahui jenazah itu bukan Agus, warga tersebut tampak kecewa.

Pemandangan indah 

Kampung Cimeri yang berpenduduk 1.000 jiwa itu berada di kaki Gunung Tilu dan berbatasan dengan Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut. Untuk mencapainya, harus menyusuri jalan berbatu sepanjang 32 kilometer selama tiga jam. Sesekali kita akan melintasi jalan bergelombang dan kubangan lumpur.

Namun, begitu memasuki daerah Perkebunan Teh Dewata, terlihat bahwa Kampung Cimeri memang memiliki pemandangan yang sangat indah. Kampung itu berada di sebuah cekungan yang menjadi dasar bukit-bukit berisi barisan tanaman teh yang mengelilinginya. Aliran sungai yang deras juga berhasil dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan listrik untuk permukiman tersebut.

Hanya saja, longsor yang terjadi pada hari Selasa itu ternyata membuka kenyataan lain mengenai Kampung Cimeri. Permukiman itu berada tepat di daerah rawan bencana. Itu pun terbukti saat tebing gunung yang retak ambruk dan menimpa permukiman di bawahnya.

Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf menjelaskan, pihaknya hingga kini masih menyosialisasikan mengenai daerah rawan bencana kepada pemerintah kabupaten hingga desa. Alasannya memang kuat, semua wilayah Jawa Barat, terutama daerah selatan, rawan longsor karena berupa perbukitan.

Longsor di kawasan itu seolah menutup cerita manis keelokan Kampung Cimeri.(eld/rek)

- Contoh Straight News

Straight News

Saya berikan dua buah kutipan berita dari Kompas, 25 Februari 2010 tentang musibah tanah longsor di desa Tenjolaya, Jawa Barat. Berita pertama merupakan sebuah berita langsung (straight news), sedangkan berita kedua berupa news feature.

EVAKUASI TERHAMBAT MEDAN 

BANDUNG, KOMPAS Evakuasi korban tanah longsor di Perkebunan Teh Dewata, Desa Tenjolaya, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, terhambat medan berat berupa jalan menanjak berliku-liku dan berbatu.

Pukul 16.00, Rabu (24/2), evakuasi terpaksa dihentikan karena khawatir longsor susulan akan terjadi setelah hujan deras kembali mengguyur kawasan perkebunan tersebut.

Hingga pukul 20.00, jumlah korban yang ditemukan dari timbunan longsor 19 orang dari 43 nama yang dilaporkan hilang oleh keluarganya. Sebelum diserahkan kepada keluarga, korban yang ditemukan dibawa ke masjid setempat yang berjarak sekitar 500 meter dari lokasi longsor.

Hujan pada Rabu sore menyebabkan lumpur longsoran tebing menjadi liat dan membahayakan petugas evakuasi. Hujan deras juga mengganggu penglihatan petugas evakuasi yang menjalankan mesin pengeruk (backhoe).

Lalu lintas kendaraan yang padat menuju lokasi longsor juga menjadi penghambat masuknya alat-alat berat ataupun logistik. Kondisi semakin ruwet ketika pengamanan jalan sepanjang 15 kilometer menuju lokasi bencana tersebut diperketat menjelang kunjungan Wakil Presiden Boediono.

Di lokasi longsor, lumpur setebal 3 meter mengubur 21 rumah warga di RW 18. Longsoran menimbulkan bekas menyerupai cekungan yang dalam seluas hampir 5 hektar. Sepanjang mata memandang, yang tampak hanya timbunan lumpur. Beberapa atap rumah warga yang tertimbun masih kelihatan.

Lokasi longsor yang terletak di kaki Gunung Tilu itu juga tak terjangkau frekuensi radio ataupun telepon seluler. Tak heran, saat longsor terjadi, Selasa pagi, informasi mengenai peristiwa tersebut disampaikan warga kepada aparat Kecamatan Pasirjambu beberapa jam kemudian, dengan menempuh jarak sejauh 32 kilometer.

Wakil Gubernur Dede Yusuf saat meninjau lokasi longsor, mendampingi Wapres Boediono, mengatakan, karena berbagai kendala, evakuasi yang dilakukan belum optimal.

Hingga Rabu sore, baru satu backhoe yang beroperasi di lokasi longsor. Empat lainnya terhambat kedatangannya karena akses jalan masuk yang sempit dan sukar dilintasi.

Sementara itu, 200 jiwa yang selamat dari longsor itu diungsikan ke Perkebunan Negara Kanaan, Desa Tenjolaya, sekitar 3 kilometer dari lokasi longsor.

Menurut Dede Yusuf, evakuasi tetap berlanjut hingga tujuh hari ke depan, dengan mengerahkan 1.200-an personel.

Tingkatkan kewaspadaan

Wapres Boediono kepada pers di lokasi bencana mengingatkan agar Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Satuan Koordinasi Pelaksana (Satkorlak) Daerah, aparat keamanan, dan penduduk meningkatkan kewaspadaan karena curah hujan sampai Maret 2010 masih tinggi sehingga musibah bisa sewaktu-waktu terjadi kembali.

Menurut Wapres, jika kondisinya tidak memungkinkan, penduduk Perkebunan Teh Dewata di Desa Tenjolaya dapat direlokasi. Transmigrasi merupakan salah satu opsi yang bisa ditempuh.

Boediono yang datang bersama Gubernur Jabar Ahmad Heryawan didampingi empat menteri, yaitu Menko Kesra Agung Laksono, Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufrie, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, dan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, serta Kepala BNPB Syamsul Maarif. Namun, sesaat setelah Wapres tiba di lokasi, hujan deras tiba-tiba turun sehingga Wapres kemudian masuk ke masjid untuk bertemu dengan para keluarga korban, lalu meninggalkan lokasi.

”Dari laporan Badan Meteorologi, curah hujan yang tinggi masih akan terjadi sampai Maret mendatang. Berarti, masih satu bulan lagi kerawanan itu masih akan terjadi. Jadi, yang perlu diingatkan adalah peningkatan kewaspadaan satu bulan ke depan,” kata Boediono.

Wapres juga meminta agar Pemerintah Provinsi Jabar menginventarisasi kawasan yang dianggap rawan longsor selama musim hujan sehingga bencana longsor tidak akan terulang kembali.

Boediono atas nama pemerintah kemudian memberi bantuan dana melalui Pemerintah Kabupaten Bandung berupa uang Rp 200 juta, 25 unit tenda, 500 lembar selimut, dan 100 paket masing-masing berisi peralatan dapur, sandang, dan tikar.

Di Jakarta, Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU) Hermanto Dardak menduga longsoran di Ciwidey, Jabar, akibat tak dipatuhinya tata ruang. Seharusnya, pemerintah daerah mampu mengawasi pelanggaran-pelanggaran tata ruang sejak dini. ”Tim dari Kementerian Pekerjaan Umum hari ini sedang meneliti kondisi di Ciwidey. Tapi, saya menduga bencana itu akibat pelanggaran tata ruang. Bencana di Indonesia umumnya diawali pelanggaran-pelanggaran itu,” kata Hermanto.

Hermanto mengatakan, letak lokasi bencana yang berada di pelosok sebenarnya sudah menyiratkan adanya disinsentif terhadap kawasan itu sehingga pemerintah tak membangun jalan ke sana.

Di lokasi kejadian, Presiden Direktur Perkebunan Chakra, Rachmat Badrudin, menyatakan, kalau kondisi tanah perkebunan itu berdasarkan hasil penelitian tidak aman bagi permukiman karyawan, pihaknya akan merelokasi usahanya dan kalau perlu menutup kawasan perkebunan.

”Kami menilai longsor terjadi bukan karena rusaknya hutan lindung, tetapi adanya retakan tanah akibat gempa bumi yang terisi air hujan akibat curah hujan yang tinggi sehingga menggoyahkan tanah kawasan hutan lindung,” kata Rachmat.

Hal senada dikemukakan Wagub Jabar Dede Yusuf. ”Longsor ini murni bencana alam. Tidak ada pelanggaran tata ruang dalam kejadian ini. Tegakan pohon di hutan lindung tidak diganggu oleh aktivitas perkebunan,” tuturnya.

Perkebunan Dewata yang dikelola PT Chakra mulai beroperasi tahun 1956 dan saat ini memiliki 801 pekerja. ”Longsor terjadi karena ada retakan di bagian tebing gunung akibat gempa bumi 2 September 2009,” ujar Dede. (HAR/ELD/REK/RYO/ADH/CHE/GRE)

- Lihat Juga Contoh Feature News

Nilai-nilai Berita

Apa yang pantas dijadikan berita; apa yang bukan?
Belum ada ahli yang berhasil menyusun definisi yang paling memuaskan mengenai nilai berita.

Kriteria-kriteria berikut biasanya diperoleh buku-buku jurnalistik:

1. Magnitude
Seberapa luas pengaruh suatu peristiwa bagi khalayak. Contoh: Berita tentang kenaikan harga BBM lebih luas pengaruhnya terhadap SELURUH masyarakat Indonesia ketimbang berita tentang gempa bumi di Jawa Tengah.

2. Significance 
Seberapa penting arti suatu peristiwa bagi khalayak
Contoh: Berita tentang wabah SARS lebih penting bagi khalayak; ketimbang berita tentang kenaikan harga BBM.

3. Actuality 
Yaitu tingkat aktualitas suatu peristiwa.
Berita tentang kampanye calon presiden sangat menarik jika dibaca pada tanggal 1 hingga 30 Juni 2004. Setelah itu, berita seperti ini akan menjadi sangat basi.

4. Proximity 
Yaitu kedekatan peristiwa terhadap khalayak.
Contoh: Bagi warga Jawa Barat, berita tentang gempa bumi di Bandung lebih menarik ketimbang berita tentang gempa bumi di Surabaya.

5. Prominence 
Yaitu akrabnya peristiwa dengan khalayak.
Contoh: Berita-berita tentang Indonesian Idol lebih akrab bagi remaja Indonesia ketimbang berita-berita tentang Piala Thomas.

6. Kejelasan (clarity) tentang kejadiannya

7. Kejutan (surprise) 

8. Dampak (impact) 
Berapa banyak manusia terkena dampaknya, seberapa luas, dan untuk berapa lama?

9. Konflik personal.

10. Human Interest 
Yaitu kemampuan suatu peristiwa untuk menyentuh perasaan kemanusiaan khalayak.
Contoh: Berita tentang nasib TKI Indonesia yang dianiaya di Malaysia, diminati khalayak, karena berita ini mengandung nilai human interesttinggi.


Yang mengandung unsur human interest:

Ketegangan (Suspense) – Apa keputusan yang akan dijatuhkan dalam pengadilan kasus pembunuhan sadis itu?
Keanehan/Ketidaklaziman (Unusualness) –Seorang wanita melahirkan bayi kembar lima.
Minat pribadi (Personal Interest) – Gaun sekarang ada yang tidak perlu disetrika sehabis dicuci.
Konflik (Conflict) – Umumnya manusia memberi perhatian pada konflik: perang, kriminalitas atau olahraga atau persaingan dalam bidang apa pun karena di dalamnya terkandung unsur konflik.
Simpati (Sympathy) –Seorang bocahkehilangan ketiga kakak dan kedua orang tuanya pada musibah Tsunami di Aceh.
Kemajuan (Progress) –Suatu vaksin pencegah AIDS tengah di kembangan di Prancis.
Seks (Sex) – Seorang aktor menggugat cerai istrinya yang juga artis karena selingkuh dengan ketua salah satu partai.
Binatang (Animals) –Seekor anjing menyelamatkan majikannya yang buta dalam suatu peristiwa kebakaran.
Humor (Humor) – Seorang politisi berpidato satu jam di mimbar tanpa menyadari mikrofonnya itu mati.Suatu berita tidak harus memenuhi semua kriteria tadi.

Namun, semakin banyak unsur tersebut yang melekat dalam suatu peristiwa maka nilai beritanya semakin tinggi. Ketika seorang redaktur meminta wartawan untuk melaporkan hal yang menurut wartawan menarik, pasti sudah memiliki sensor tertentu untuk memilah mana yang menarik dan mana yang tidak.Masalahnya bagaimana membuat pembaca juga merasakan bahwa hal yang ingin kita sampaikan itu memang penting untuk dibagi kepada orang lain.

Jadi penting untuk memaparkan sesuatu itu dengan cara bercerita yang sedapat mungkin mengundang minat banyak orang, entah itu menjadi masalah kita semua, menjadi lucu atau menjadi mengharukan bagi kita semua. Hal ini biasanya sudah dimulai dari paragraf awal (lead) turun terus sampai ke tubuh tulisan dan ending. Untuk itu wartawan mesti tegas memilih angle sebelum menulis, sebetulnya apa yang hendak disampaikan?
Apa yang penting untuk diketahui dan dirasakan oleh pembaca?

Potong informasi, detil atau apapun yang tidak mendukung pilihan awal kita, daripada pembaca di akhir tulisan akan kembali bingung sebetulnya apa yang hendak disampaikan.

Selasa, 05 April 2011

Komunikasi dan Politik

Kaitan antara Komunikasi dengan Politik 

Peran komunikasi memegang peran penting dalam mengupayakan kepekaaan setiap kejadian politik yang berlangsung dewasa ini. Setelah kita memahami apakah komunikasi dan dan definisi politik maka kita secara tidak langsung akan memahami pola hubungan komunikasi yang terjadi didalamnya. Secara umum juga dijelaskan bagaimana komunikasi politik muncul sebagai suatu bidang studi yang mencoba untuk berdiri sendiri.

Komunikator Politik

PENGERTIAN KOMUNIKATOR POLITIK 

Meskipun setiap orang boleh berkomunikasi tentang politik, namun yang melakukannya secara tetap dan berkesinambungan jumlahnya relatif sedikit. Walaupun sedikit, para komunikator politik ini memainkan peran sosial yang utama, terutama dalam proses opini publik. Dan Nimmo (1989) mengklasifikasikan komunikator utama dalam politik sebagai berikut: politikus; professional; dan aktivis.

Komunikasi Politik

PENGERTIAN KOMUNIKASI POLITIK 

Seperti definisi politik, definisi komunikasi politik juga terdapat keberagaman. Misal, Dan Nimmo mendefinisi komunikasi politik sebagai kegiatan komunikasi yang berdasarkan konsekuensi-konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia di dalam kondisi-kondisi konflik. Definisi ini menggunakan pendekatan konflik, dan biasanya meliputi hubungan antar partai politik, antar pemerintah atau antar bangsa yang berhubungan dengan bidang politik.

Cara Instan Untuk Verifikasi PayPal !