Rabu, 06 April 2011

Feature News

MENCARI ENYI DALAM TIMBUNAN LUMPUR
Kamis, 25 Februari 2010 | 03:28 WIB

Pandangan Umar (54), warga Desa Tenjolaya, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, menyapu deretan nama yang dipasang di masjid RW 18.

Ke-43 nama itu merupakan daftar nama korban longsor yang terjadi pada hari Selasa (23/2). Ia menemukan nama istrinya, Enyi (50), dalam daftar itu di urutan ke-11 dan belum dilingkari. ”Itu berarti jenazah istri saya belum ditemukan dalam timbunan longsor,” ucap Umar lirih dan parau.

Papan nama yang dipasang di masjid Kampung Cimeri, Desa Tenjolaya, menjadi rujukan warga yang mencari tahu nasib sanak saudara mereka. Di dalam masjid, jenazah yang sudah ditemukan disemayamkan sementara untuk kemudian dibawa keluar menggunakan ambulans.

Umar tampak terpukul sekali oleh musibah longsor tersebut. Ia kehilangan belahan hidupnya dalam sekejap saat retakan di bukit ambruk dan menimbun 21 rumah yang dihuni pekerja Perkebunan Teh Dewata itu. Yang membuatnya lebih tertekan, ia menyaksikan sendiri saat-saat terakhir lumpur meluluhlantakkan perumahan pekerja, salah satunya adalah yang ditinggali istrinya.

Bapak enam anak ini pun mengisahkan, ia berada 50 meter dari lokasi saat longsor terjadi pada pukul 08.00. Disertai bunyi dentuman, dia melihat lereng bukit terkupas dan merosot jatuh mendekati permukiman kebun teh. Saat itu, longsoran belum mengenai permukiman warga.

Umar dan beberapa karyawan lain yang melihat hal ini segera berteriak memperingatkan warga yang ada di permukiman untuk segera menghindar. Dari kejauhan, ia melihat istrinya sempat keluar rumah, tetapi kemudian masuk kembali. ”Belum sampai 15 menit setelah longsoran pertama, terjadi longsoran yang lebih besar yang menimbun seluruh permukiman,” ujar Umar murung.

Tidak tanggung-tanggung, lumpur dengan ketebalan lebih dari tiga meter langsung menimbun permukiman itu hingga mencapai atap. Sebanyak 21 rumah warga, lima bangunan milik kantor perkebunan, dan satu masjid hancur. Lumpur juga memutuskan jaringan listrik ke Kampung Cimeri.

Namun, setidaknya Umar masih bisa bernapas lega. Anaknya paling bungsu, Novita Sri Rahayu (8), selamat dari longsor. Novita saat itu tengah bersekolah di lokasi yang berjauhan dengan permukiman penduduk sehingga terhindar dari maut.

Sayangnya, kebahagiaan yang sama tidak bisa dirasakan Administratur Perkebunan Teh Dewata, Irvansyah. Anaknya, Alfart (3), menjadi korban karena sedang berada di rumah bersama pengasuhnya, Ida (35). Keduanya hingga kini belum ditemukan.

Kesedihan juga dirasakan Anton Sutisna (39), Ketua RT 08 RW 18, Desa Tenjolaya. Lelaki yang sudah 27 tahun bekerja di Perkebunan Teh Dewata itu kehilangan dua anggota keluarganya, yakni keponakannya, Neni (26), dan ibunya, Mak Enah (60). Ia juga menyaksikan sendiri rumah ibunya tertimbun longsor. Saat itu, Anton baru saja hendak berangkat ke lokasi perkebunan.

Sejak Selasa malam, Anton mencari keponakan dan ibunya. Baru Rabu, sekitar pukul 10.00, Neni ditemukan. Kelegaan dan kesedihan mendalam terpancar dari wajah Anton.

Setelah bapaknya meninggal, Anton adalah kepala keluarga. Rabu siang itu juga, Anton mengantarkan jenazah Neni kepada orangtuanya. ”Bapak-ibunya sudah menunggu di Ciwidey. Neni mau dibawa ke Tasikmalaya,” katanya menahan tangis.

Setelah Neni, Anton masih harus mencari keberadaan ibunya, hidup atau mati. Meskipun kesempatan hidup semakin menipis karena sudah dua malam tertimbun, Anton tidak patah arang. ”Saya harus tetap menemukan emak…,” tuturnya.

Kompas menumpang ambulans yang mengantarkan jenazah Neni (26) menuju Ciwidey. Sepanjang perjalanan, ambulans yang ditumpangi beberapa kali dihentikan warga. ”Agus… ada Agus di sini? Tanya salah seorang warga yang tampak kebingungan menghentikan ambulans. ”Agus? Teu aya kang… ieu teh Neni (enggak ada kang, ini Neni).” Mengetahui jenazah itu bukan Agus, warga tersebut tampak kecewa.

Pemandangan indah 

Kampung Cimeri yang berpenduduk 1.000 jiwa itu berada di kaki Gunung Tilu dan berbatasan dengan Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut. Untuk mencapainya, harus menyusuri jalan berbatu sepanjang 32 kilometer selama tiga jam. Sesekali kita akan melintasi jalan bergelombang dan kubangan lumpur.

Namun, begitu memasuki daerah Perkebunan Teh Dewata, terlihat bahwa Kampung Cimeri memang memiliki pemandangan yang sangat indah. Kampung itu berada di sebuah cekungan yang menjadi dasar bukit-bukit berisi barisan tanaman teh yang mengelilinginya. Aliran sungai yang deras juga berhasil dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan listrik untuk permukiman tersebut.

Hanya saja, longsor yang terjadi pada hari Selasa itu ternyata membuka kenyataan lain mengenai Kampung Cimeri. Permukiman itu berada tepat di daerah rawan bencana. Itu pun terbukti saat tebing gunung yang retak ambruk dan menimpa permukiman di bawahnya.

Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf menjelaskan, pihaknya hingga kini masih menyosialisasikan mengenai daerah rawan bencana kepada pemerintah kabupaten hingga desa. Alasannya memang kuat, semua wilayah Jawa Barat, terutama daerah selatan, rawan longsor karena berupa perbukitan.

Longsor di kawasan itu seolah menutup cerita manis keelokan Kampung Cimeri.(eld/rek)

- Contoh Straight News

0 komentar:

Cara Instan Untuk Verifikasi PayPal !